Kamis, 17 November 2011

NOMOR 9 TAHUN 1992 TENTANG KEIMIGRASIAN

PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 9 TAHUN 1992
TENTANG
KEIMIGRASIAN
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
Menimbang : a. bahwa pengaturan keimigrasian yang meliputi lalu lintas orang masuk atau ke luar wilayah Indonesia merupakan hak dan wewenang Negara Republik Indonesia serta
merupakan salah satu perwujudan dari kedaulatannya sebagai negara hukum yang
berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945;
b. bahwa dalam rangka pelaksanaan pembangunan nasional yang berwawasan Nusantara
dan dengan semakin meningkatnya lalu lintas orang serta hubungan antar bangsa dan
negara diperlukan penyempurnaan pengaturan keimigrasian yang dewasa ini diatur dalam
berbagai bentuk peraturan perundang-undangan yang tidak sesuai lagi dengan
perkembangan keadaan dan kebutuhan;
c. bahwa sehubungan dengan hal tersebut diatas, dipandang perlu mengatur ketentuan
tentang keimigrasian dalam suatu Undang-undang.
Mengingat : 1. Pasal 5 ayal (1) dan Pasal 20 ayat (1 ) Undang-Undang Dasar 1945;
2. Undang-undang Nomor 62 Tahun 1958 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia
(Lembaran Negara Tahun 1958 Nomor 113, Tambahan Lembaran Negara Nomor 1647)
sebagaimana telah diubah dengan Undang-uandang Nomor 3 Tahun 1976 tentang
perubahan Pasal 18 Undang-undang Nomor 62 Tahun 1959 tentang Kewarganegaraan
Republik Indonesia (Lembaran Negara Tahun 1976 Nomor 20, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 3077);
3. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara
Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3209);
Dengan Persetujuan
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG KEIMIGRASIAN

BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan :
1. Keimigrasian adalah hal ihwal lalu lintas orang yang masuk atau ke luar wilayah Negara Republik
Indonesia dan pengawasan orang asing di wilayah negara Republik Indonesia.
2. Wilayah Negara Republik Indonesia yang selanjutnya disingkat wilayah Indonesia adalah seluruh wilayah
Negara Republik Indonesia yang meliputi darat, laut, dan udara berdasarkan peraturan perundang-undangan
yang berlaku.
3. Surat Perjalanan adalah dokumen resmi yang dikeluarkan oleh pejabat yang berwenang dari suatu negara
yang memuat identitas pemegangnya dan berlaku untuk melakukan perjalanan antar negara.
4. Tempat Pemeriksaan Imigrasi adalah pelabuhan, bandar udara, atau tempat-tempat lain yang ditetapkan oleh
Menteri sebagai tempat masuk atau ke luar wilayah Indonesia.
5. Menteri adalah Menteri yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya meliputi bidang keimigrasian.
6. Orang Asing adalah orang bukan Warga Negara Republik Indonesia.
7. Visa untuk Republik Indonesia yang selanjutnya disebut Visa adalah izin tertulis yang diberikan oleh
pejabat yang berwenang pada Perwakilan Republik Indonesia atau di tempat lainnya yang ditetapkan oleh
Pemerintah Republik Indonesia yang memuat persetujuan bagi orang asing untuk masuk dan melakukan
perjalanan ke wilayah Indonesia.
8. Izin Masuk adalah izin yang diterakan pada Visa atau Surat Perjalanan orang asing untuk memasuki
wilayah Indonesia yang diberikan oleh Pejabat Imigrasi di tempat pemeriksaan Imigrasi.
9. Izin Masuk Kembali adalah izin yang diterakan pada Surat Perjalanan orang asing yang mempunyai izin
tinggal di Indonesia untuk masuk kembali ke wilayah Indonesia.
10. Tanda Bertolak adalah tanda tertentu yang diterakan oleh Pejabat Imigrasi di Tempat Pemeriksaan Imigrasi
dalam Surat Perjalanan setiap orang yang akan meninggalkan wilayah Indonesia.
11. Alat Angkut adalah kapal laut, pesawat udara, atau sarana transportasi lainnya yang lazim dipergunakan
untuk mengangkut orang.
12. Pencegahan adalah larangan yang bersifat sementara terhadap orang-orang tertentu untuk ke luar dari
wilayah Indonesia berdasarkan alasan tertentu.
13. Penangkalan adalah larangan yang bersifat sementara terhadap orang-orang tertentu untuk masuk ke
wilayah Indonesia berdasarkan alasan tertentu.
14. Tindakan Keimigrasian adalah tindakan administratif dalam bidang keimigrasian di luar proses peradilan.
15. Karantina Imigrasi adalah tempat penampungan sementara bagi orang asing yang dikenakan proses
pengusiran atau deportasi atau tindakan keimigrasian lainnya.
16. Pengusiran atau deportasi adalah tindakan mengeluarkan orang asing dari wilayah Indonesia karena
keberadaannya tidak dikehendaki.
Pasal 2
Setiap warga Negara Indonesia berhak melakukan perjalanan keluar atau masuk wilayah Indonesia.
BAB 11
MASUK DAN KE LUAR WILAYAH INDONESIA
Pasal 3
Setiap orang yang masuk atau ke luar wilayah Indonesia wajib memiliki Surat Perjalanan.
Pasal 4
(1) Setiap orang dapat ke luar wilayah Indonesia setelah mendapat Tanda Bertolak.
(2) Setiap orang asing dapat masuk ke wilayah Indonesia setelah mendapat Izin Masuk.
Pasal 5
(1) Setiap orang yang masuk atau keluar wilayah Indonesia wajib melalui pemeriksaan oleh Pejabat Imigrasi di
Tempat Pemeriksaan Imigrasi.
(2) Tempat Pemeriksaan Imigrasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan oleh Menteri.
Pasal 6
(1) Setiap orang asing yang masuk wilayah Indonesia wajib memiliki Visa.
(2) Visa diberikan kepada orang asing yang maksud dan tujuan kedatangannya di Indonesia bermanfaat serta
tidak akan menimbulkan gangguan terhadap ketertiban dan keamanan nasional.
Pasal 7
(1) Dikecualikan dari kewajiban memiliki Visa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) adalah:
a. orang asing warga negara dari negara yang berdasarkan Keputusan Presiden tidak diwajibkan memiliki
Visa
b. orang asing yang memiliki Izin Masuk Kembali;
c. kapten atau nakhoda dan awak yang bertugas pada alat angkut yang berlabuh di pelabuhan atau
mendarat di bandar udara di wilayah Indonesia;
d. penumpang transit di pelabuhan atau bandar udara di wilayah Indonesia sepanjang tidak ke luar dari
tempat transit yang berada di daerah Tempat Pemeriksaan Imigrasi.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai jenis, persyaratan dan hal-hal lain yang berkaitan dengan Visa diatur
dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 8
Pejabat Imigrasi di Tempat Pemeriksaan Imigrasi dapat menolak atau tidak memberi izin kepada orang asing
untuk masuk ke wilayah Indonesia apabila orang asing tersebut:
a. tidak memiliki Surat Perjalanan yang sah;
b. tidak memiliki Visa kecuali yang tidak diwajibkan memiliki Visa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat
(1) huruf a ;
c. penderita gangguan jiwa atau penyakit menular yang membahayakan kesehatan umum;
d. tidak memiliki Izin Masuk Kembali atau tidak mempunyai Izin untuk masuk ke negara lain;
e. ternyata telah memberi keterangan yang tidak benar dalam memperoleh Surat Perjalanan dan/atau Visa.
Pasal 9
Penanggung jawab alat angkut yang datang atau akan berangkat ke luar wilayah Indonesia diwajibkan untuk:
a. memberitahukan kedatangan atau rencana keberangkatan;
b. menyampaikan daftar penumpang dan daftar awak alat angkut yang ditandatangani kepada Pejabat Imigrasi;
c. mengibarkan bendera isyarat bagi kapal laut yang datang dari luar wilayah Indonesia dengan membawa
penumpang;
d. melarang setiap orang naik atau turun dari alat angkut tanpa izin Pejabat Imigrasi selama dilakukan
pemeriksaan keimigrasian;
e. membawa kembali ke luar wilayah Indonesia setiap orang asing yang datang dengan alat angkutnya yang
tidak mendapat Izin Masuk dari Pejabat Imigrasi di Tempat Pemeriksaan Imigrasi.
Pasal 10
Pejabat imigrasi yang bertugas di Tempat Pemeriksaan Imigrasi berwenang naik ke alat angkut yang berlabuh
ke pelabuhan atau mendarat di bandar udara untuk kepentingan pemeriksaan keimigrasian.
BAB III
PENCEGAHAN DAN PENANGKALAN
Bagian Pertama
Pencegahan
Pasal 11
(1) Wewenang dan tanggung jawab pencegahan dilakukan oleh:
a. Menteri, sepanjang menyangkut urusan yang bersifat keimigrasian;
b. Menteri Keuangan, sepanjang menyangkut urusan piutang negara;
c. Jaksa Agung, sepanjang menyangkut pelaksanaan ketentuan Pasal 32 huruf g Undang-undang Nomor 5
tahun 1991 tentang Kejaksaan Republik Indonesia;
d. Panglima Angkatan Bersenjata Republik Indonesia, sepanjang menyangkut pemeliharaan dan penegakan
keamanan dan pertahanan negara sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 1982
tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pertahanan Keamanan Negara Republik Indonesia, sebagaimana telah
diubah dengan Undang-undang Nomor 1 tahun 1988.
(2) Pelaksanaan atas keputusan pencegahan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan oleh Menteri atau
Pejabat Imigrasi yang ditunjuk olehnya.
Pasal 12
(1) Pencegahan ditetapkan dengan keputusan tertulis.
(2) Keputusan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) memuat sekurang-kurangnya:
a. identitas orang yang terkena pencegahan;
b. alasan pencegahan; dan
c. jangka waktu pencegahan.
(3) Keputusan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) disampaikan dengan surat tercatat kepada orang atau
orang-orang yang terkena pencegahan selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari terhitung sejak tanggal penetapan.
Pasal 13
(1) Keputusan pencegahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1) huruf a dan b berlaku untuk jangka
waktu paling lama 6 (enam) bulan, dan dapat diperpanjang untuk paling banyak 2 (dua) kali masing-masing
tidak lebih dari 6 (enam) bulan.
(2) Keputusan pencegahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1) huruf c berlaku untuk jangka waktu
sesuai dengan keputusan Jaksa Agung.
(3) Keputusan pencegahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1) huruf d berlaku untuk jangka waktu
paling lama 6 (enam) bulan, dan setiap kali dapat diperpanjang untuk paling lama 6 (enam) bulan dengan
ketentuan seluruh masa perpanjangan pencegahan tersebut tidak lebih dari 2 (dua) tahun.
(4) Apabila tidak ada keputusan perpanjangan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (3) pencegahan
tersebut berakhir demi hukum.
Pasal 14
Berdasarkan keputusan pencegahan dari pejabat-pejabat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1),
Pejabat Imigrasi di Tempat Pemeriksaan Imigrasi wajib menolak orang-orang tertentu ke luar wilayah
Indonesia.
Bagian Kedua
Penangkalan
Pasal 15
(1) Wewenang dan tanggung jawah penangkalan terhadap orang asing dilakukan oleh:
a. Menteri, sepanjang menyangkut urusan yang bersifat keimigrasian;
b. Jaksa Agung, sepanjang menyangkut pelaksanaan ketentuan Pasal 32 huruf g Undang-undang Nomor 5
Tahun 1991 tentang Kejaksaan Republik Indonesia;
c. Panglima Angkatan Bersenjata Repubilk Indonesia sepanjang menyangkut pemeliharaan dan penegakan
keamanan dan pertahanan negara sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 1982
tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pertahanan Keamanan Negara Republik Indonesia, sebagaimana telah
diubah dengan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1998.
(2) Pelaksanaan atas keputusan penangkalan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan oleh Menteri atau
Pejabat Imigrasi yang ditunjuk olehnya.
Pasal 16
(1) Wewenang dan tanggung jawab penagkalan terhadap Warga Negara Indonesia dilakukan oleh sebuah Tim
yang dipimpin oleh Menteri dan anggotanya terdiri dari unsur-unsur:
a. Markas Besar Angkatan Bersenjata Republik Indonesia;
b. Kejaksaan Agung Republik Indonesia;
c. Departemen Luar Negeri;
d. Departemen Dalam Negeri;
e. Badan Koordinasi Bantuan Pemantapan Stabilitas Nasional; dan
f. Badan Koordinasi Intelijen Negara.
(2) Pelaksanaan atas keputusan penangkalan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan oleh Menteri
atau Pejabat Imigrasi yang ditunjuk olehnya.
Pasal 17
Penangkalan terhadap orang asing dilakukan karena:
a. diketahui atau diduga terlibat dengan kegiatan sindikat kejahatan internasional;
b. pada saat berada di negaranya sendiri atau di negara lain bersikap bermusuhan terhadap Pemerintah
Indonesia atau melakukan perbuatan yang mencemarkan nama baik bangsa dan Negara Indonesia;
c. diduga melakukan perbuatan yang bertentangan dengain keamanan dan ketertiban umum, kesusilaan, agama
dan adat kebiasaan masyarakat Indonesia;
d. atas permintaan suatu negara, orang asing yang berusaha menghindarkan diri dari ancaman dan pelaksanaan
hukuman di negara tersebut karena melakukan kejahatan yang juga diancam pidana menurut hukum yang
berlaku di Indonesia ;
e. pernah diusir atau dideportasi dari wilayah Indonesia; dan
f. alasan-alasan lain yang berkaitan dengan keimigrasian yang diatur lebih lanjut dengan Peraturan
Pemerintah.
Pasal 18
Warga Negara Indonesia hanya dapat dikenakan penangkalan dalam hal:
a. telah lama meninggalkan Indonesia atau tinggal menetap atau telah menjadi penduduk suatu negara lain dan
melakukan tindakan atau bersikap bermusuhan terhadap Negara atau Pemerintah Republik Indonesia;
b. apabila masuk wilayah Indonesia dapat mengganggu jalannya pembangunan, menimbulkan perpecahan
bangsa, atau dapat menganggu stabilitas nasional; atau
c. apabila masuk wilayah Indonesia dapat mengancam keselamatan diri atau keluarganya.
Pasal 19
(1) Penangkalan ditetapkan dengan keputusan tertulis.
(2) Keputusan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) memuat sekurang-kurangnya:
a. identitas orang yang terkena penangkalan;
b. alasan penangkalan; dan
c. jangka waktu penangkalan.
(3) Keputusan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dikirimkan kepada perwakilan-perwakilan Republik
Indonesia.
Pasal 20
(1) Keputusan penangkalan sebagaimana dimaksud dalam pasal 15 ayat (1) huruf a dan c, berlaku untuk jangka
waktu paling lama 1 (satu) tahun dan setiap kali dapat diperpanjang untuk jangka waktu yang sama atau
kurang dari waktu tersebut.
(2) Keputusan penangkalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) huruf b, berlaku untuk jangka waktu
sesuai dengan keputusan Jaksa Agung.
(3) Apabila tidak ada keputusan perpanjangan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), penangkalan tersebut
berakhirdemi hukum.
Pasal 21
(1) Keputusan penangkalan terhadap warga negara Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 berlaku
untuk jangka waktu paling lama 6 (enam) bulan dan setiap kali dapat diperpanjang untuk paling lama 6
(enam) bulan dengan ketentuan seluruh masa perpanjangan penangkapan tersebut tidak lebih dari 2 (dua)
tahun.
(2) Apabila tidak ada keputusan perpanjangan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), penangkalan tersebut
berakhir demi hukum.
Pasal 22
Berdasarkan keputusan penangkalan dari pejabat-pejabat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (l) dan
Pasal 16 ayat (1), Pejabat Imigrasi di tempat Pemeriksaan Imigrasi wajib menolak orang-orang tertentu masuk
Wilayah Indonesia.
Pasal 23
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pelaksanaan penangkalan diatur dengan Peraturan Pemerintah.
BAB IV
KEBERADAAN ORANG ASING
DI WILAYAH INDONESIA
Pasal 24
(1) Setiap orang asing yang berada di wilayah Indonesia wajib memiliki izin keimigrasian.
(2) Izin sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), terdiri atas:
a. Izin Singgah;
b. Izin Kunjungan;
c. Izin Tinggal Terbatas;
d. Izin TinggalTetap.
Pasal 25
(1) Izin Singgah kepada orang asing yang memerlukan singgah di wilayah Indonesia untuk meneruskan
perjalanan ke negara lain.
(2) Izin Kunjungan diberikan kepada orang asing berkunjung ke wilayah Indonesia untuk waktu yang singkat
dalam rangka tugas pemerintahan, pariwisata, kegiatan sosial budaya atau usaha.
(3) Izin Tinggal Terbatas diberikan kepada orang asing untuk tinggal di wilayah Indonesia dalam jangka waktu
yang terbatas.
(4) Izin Tinggal Tetap diberikan kepada orang asing untuk tinggal menetap di wilayah Indonesia.
Pasal 26
(1) Ketentuan Pasal 8 berlaku pula terhadap permohonan izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25.
(2) Izin Tinggal tetap tidak diberikan kepada orang asing yang memperoleh izin untuk masuk ke wilayah
Indonesia yang tidak memiliki paspor kebangsaan negara tertentu.
Pasal 27
Pemegang Izin Tinggal Terbatas atau Izin Tinggal Tetap yang akan melakukan perjalanan ke luar wilayah
Indonesia dan bermaksud untuk kembali, dapat diberikan Izin Masuk Kembali.
Pasal 28
Ketentuan lebih lanjut mengenai syarat dan tata cara permohonan, pemberian atau penolakan izin keimigrasian
serta hal-hal lain yang berkenaan dengan keberadaan orang asing di wilayah Indonesia diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
BAB V
SURAT PERJALANAN REPUBLIK INDONESIA
Pasal 29
(1) Surat Perjalanan Republik Indonesia terdiri atas:
a. Paspor Biasa ;
b. Paspor Diplomatik;
c. Paspor Dinas;
d. Paspor Haji ;
e. Paspor untuk Orang Asing;
f. Surat Perjalanan Laksana Paspor untuk Warga Negara Indonesia;
g. Surat Perjalanan Laksana Paspor untuk Orang Asing;
h. Surat Perjalanan Laksana Paspor Dinas.
(2) Surat Perjalanan Republik Indonesia adalah dokumen negara.
Pasal 30
(1) Paspor Biasa diberikan kepada Warga Negara Indonesia yang akan melakukan perjalanan ke luar wilayah
Indonesia.
(2) Paspor Biasa diberikan juga kepada Warga Negara Indonesia yang bertempat tinggal di luar negeri.
(3) Dalam keadaan khusus apabila Paspor Biasa tidak dapat diberikan, sebagai penggantinya dikeluarkan surat
Perjanjian Laksana Paspor untuk Warga Negara Indonesia.
Pasal 31
Paspor Diplomatik diberikan kepada Warga Negara Indonesia yang akan melakukan perjalanan ke luar wilayah
Indonesia dalam rangka penempatan atau perjalanan untuk tugas yang bersifat diplomatik.
Pasal 32
(1) Paspor Dinas diberikan kepada Warga Negara Indonesia yang akan melakukan perjalanan ke luar wilayah
Indonesia dalam rangka penempatan atau perjalanan dinas yang bukan bersifat diplomatik.
(2) Dalam keadaan khusus apabila Paspor Dinas tidak dapat diberikan, sebagai penggantinya dikeluarkan Surat
Perjalanan Laksana Paspor Dinas.
Pasal 33
Paspor Haji diberikan kepada Warga Negara Indonesia yang akan melakukan Perjalanan ke luar wilayah
Indonesia dalam rangka menunaikan ibadah haji.
Pasal 34
(a) Paspor Untuk Orang Asing dapat diberikan kepada orang asing, yang pada saat berlakunya Undangundang
ini telah memiliki Izin Tinggal Tetap, akan melakukan perjalanan ke luar wilayah Indonesia dan
tidak mempunyai Surat Perjalanan serta dalam waktu yang dianggap layak tidak dapat memperoleh dari
negaranya atau negara lain.
(a) Paspor untuk Orang Asing tidak berlaku lagi pada saat pemegangnya memperoleh Surat Perjalanan dari
negara lain.
Pasal 35
(1) Surat Perjalanan Laksana Paspor untuk Orang Asing dapat diberikan kepada orang asing yang tidak
mempunyai Surat Perjalanan yang sah, dan:
a. atas kehendak sendiri ke luar dari wilayah Indonesia, sepanjang orang asing yang bersangkutan tidak
terkena pencegahan;
b. dikenakan tindakan pengusiran atan deportasi ; atau
c. dalam keadaan tertentu yang tidak bertentangan dengan kepentingan nasional, diberi izin untuk masuk
ke wilayah Indonesia.
(2) Surat Perjalanan Laksana Paspor sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) hanya diberikan untuk satu kali
perjalanan.
Pasal 36
Anak-anak yang berumur di bawah 16 (enam belas) tahun dapat diikutsertakan dalam Surat Perjalanan orang
tuanya.
Pasal 37
Ketentuan lebih lanjut mengenai syarat dan tata cara permohonan, pemberian atau pencabutan serta hal-hal lain
yang berkenaan dengan Surat Perjalanan Republik Indonesia diatur dengan Peraturan Pemerintah.
BAB VI
PENGAWASAN ORANG ASING
DAN TINDAKAN KEIMIGRASIAN
Pasal 38
(1) Pengawasan terhadap orang asing di Indonesia meliputi:
a. masuk dan keluarnya orang asing ke dan dari wilayah Indonesia
b. keberadaan serta kegiatan orang asing di wilayah Indonesia.
(2) Untuk kelancaran dan ketertiban pengawasan, Pemerintah menyelenggarakan pendaftaran orang asing yang
berada di wilayah Indonesia.
Pasal 39
Setiap orang asing yang berada di wilayah Indonesia wajib:
a. memberikan segala keterangan yang diperlukan mengenai identitas diri dan atau keluarganya, perubahan
status sipil dan kewarganegaraan serta perubahan alamatnya ;
b. memperlihatkan Surat Perjalanan atau dokumen keimigrasian yang dimilikinya pada waktu diperlukan
dalam rangka pengawasan ;
c. mendaftarkan diri jika berada di Indonesia lebih dari 90 (sembilan puluh) hari.
Pasal 40
Pengawasan orang asing dilaksanakan dalam bentuk dan cara:
a. pengumpulan dan pengolahan data orang asing yang masuk atau ke luar wilayah Indonesia;
b. pendaftaran orang asing yang berada di wilayah Indonesia;
c. pemantauan, pengumpulan, dan pengolahan bahan keterangan dan informasi mengenai kegiatan orang
asing;
d. penyusunan daftar nama-nama orang asing tidak dikehendaki masuk atau ke luar wilayah Indonesia; dan
e. kegiatan lainnya.
Pasal 41
Pelaksanaan pengawasan terhadap orang asing yang berada di wilayah Indonesia yang dilakukan Menteri
dengan koordinasi bersama Badan atau Instansi yang terkait.
Pasal 42
(1) Tindakan keimigrasian dilakukan terhadap orang asing yang berada di wilayah Indonesia yang melakukan
kegiatan yang berbahaya atau patut diduga akan berbahaya bagi keamanan dan ketertiban umum, atau tidak
menghormati atau mentaati peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(2) Tindakan keimigrasian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat berupa:
a. pembatasan, perubahan atau pembatalan izin keberadaan;
b. larangan untuk berada di suatu atau beberapa tempat tertentu di wilayah Indonesia;
c. keharusan untuk bertempat tinggal di suatu tempat tertentu di wilayah Indonesia;
d. pengusiran atau deportasi dari wilayah Indonesia atau penolakan masuk wilayah Indonesia.
Pasal 43
(1) Keputusan mengenai tindakan keimigrasian harus disertai dengan alasan sebagaimana dimaksud dalam
pasal 42 ayat (1).
(2) Setiap orang asing yang dikenakan tindakan keimigrasian dapat mengajukan keberatan kepada Menteri.
Pasal 44
(1) Setiap orang asing yang berada di wilayah Indonesia dapat ditempatkan di karantina Imigrasi:
a. apabila berada di wilayah Indonesia tanpa memiliki izin keimigrasian yang sah; atau
b. dalam rangka menunggu proses pengusiran atau deportasi ke luar wilayah Indonesia.
(2) Karena alasan tertentu orang asing sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat ditempatkan di tempat lain.
Pasal 45
(1) Setiap orang asing yang berada di wilayah Indonesia meampaui waktu tidak lebih dari 60 (enam puluh) hari
dan izin keimigrasian yang diberikan, dikenakan biaya beban.
(2) Penanggung jawab alat angkut yang tidak memenuhi kewajibannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9
dikenakan biaya beban.
(3) Penetapan biaya beban sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan (2) diatur oleh Menteri dengan
persetujuan Menteri Keuangan.
Pasal 46
Ketentuan lebih lanjut mengenai pengawasan orang asing dan tindakan keimigrasian diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
BAB VII
PENYIDIKAN
Pasal 47
(1) Selain Penyidik Pejabat Polisi Negara republik Indonesla, juga Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di
lingkungan Departemen yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya meliputi pembinaan keimigrasian,
diberi wewenang khusus sebagai penyidik sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun
1981 tentang Hukum Acara Pidana, untuk melakukan penyidikan tindak pidana keimigrasian.
(2) Penyidik Pejabat Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berwenang:
a. menerima laporan tentang adanya tindak pidana keimigrasian;
b. memanggil, memeriksa, menggeledah, menangkap, menahan seseorang yang disangka melakukan
tindak pidana keimigrasian ;
c. memeriksa dan/atau menyita surat-surat, dokumen-dokumen, Surat Perjalanan, atau benda-benda yang
ada hubungannya dengan tindak pidana keimigrasian;
d. memanggil orang untuk didengar keterangannya sebagai saksi;
e. melakukan pemeriksaan di tempat-tempat tertentu yang diduga terdapat surat-surat, dokumen-dokumen,
Surat Perjalanan, atau benda lain yang ada hubungannya dengan tindak pidana keimigrasian;
f. mengambil sidik jari dan memotret tersangka.
(3) Kewenangan Penyidik sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dilaksanakan menurut Undang-undang Nomor
8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana.
BAB VIII
KETENTUAN PIDANA
Pasal 49
Setiap orang yang masuk atau keluar wilayah Indonesia tanpa melalui pemeriksaan oleh Pejabat Imigrasi di
tempat Pemeriksaan Imigrasi dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau denda paling
banyak Rp. 15.000.000,- (lima belas juta rupiah).
Pasal 49
Dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan denda paling banyak Rp. 30.000.000,(tiga
puluh juta rupiah):
a. orang asing yang dengan sengaja membuat palsu atau memalsukan Visa atau izin keimigrasian; atau
b. orang asing yang dengan sengaja menggunakan Visa atau izin keimigrasian palsu atau yang dipalsukan
untuk masuk atau berada di Wilayah Indonesia.
Pasal 50
Orang asing yang dengan sengaja menyalahgunakan atau melakukan kegiatan yang tidak sesuai dengan maksud
pemberian izin keimigrasian yang diberikan kepadanya, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima)
tahun atau denda paling banyak Rp. 25.000.000,- (dua puluh lima juta rupiah).
Pasal 51
Orang asing yang tidak melakukan kewajibannya sebagai dimaksud dalam Pasal 39 atau tidak membayar biaya
beban ebagaimana dimaksud dalam pasal 45, dipidana dengan pina kurungan paling lama 1(satu, tahun dan/atau
denda paling banyak Rp. 5.000.000,- (lima juta rupiah).
Pasal 52
Orang asing yang izin keimigrasiannya habis berlaku dan masih berada dalam wilayah Indonesia melampaui 60
(enam puluh) hari batas waktu izin yang diberikan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun
atau denda paling banyak Rp. 25.000.000,- (dua puluh lima juta rupiah).
Pasal 53
Orang asing yang berada diwilayah Indonesia secara tidak sah atau yang pernah diusir atau dideportasi dan
berada kembali di wilayah Indonesia secara tidak sah, dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam)
tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 30.000.000,- (tiga puluh juta rupiah).
Pasal 54
Setiap orang yang dengan sengaja menyembunyikan, melindungi, memberi pemondokan, memberi
penghidupan atau pekerjaan kepada orang asing yang diketahui atau patut diduga:
a. pernah diusir atau dideportasi dan berada kembali di wilayah Indonesia secara tidak sah, dipidana dengan
pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 30.000.000,- (tiga puluh juta
rupiah);
b. berada di wilayah Indonesia secara tidak sah, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun
dan/atau denda paling banyak Rp. 25.000.000, (dua puluh lima juta rupiah);
c. izin keimigrasiannya habis berlaku dipidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak
Rp. 5.000.000,- (lima juta rupiah).
Pasal 55
Setiap orang yang dengan sengaja:
a. menggunakan Surat Perjalanan Republik Indonesia sedangkan ia mengetahui atau sepatutnya menduga
bahwa Surat Perjalanan itu palsu atau dipalsukan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima)
tahun atau denda paling banyak Rp. 25.000.000,- (dua puluh lima juta rupiah).
b. menggunakan Surat Perjalanan orang lain atau Surat Perjalanan Republik Indonesia yang sudah dicabut atau
dinyatakan batal, atau menyerahkan kepada orang lain Surat Perjalanan Republik Indonesia yang diberikan
kepadanya, dengan maksud digunakan secara tidak berhak, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5
(lima) tahun atau denda paling banyak Rp. 25.000.000,- (dua puluh lima juta rupiah).
c. memberikan data yang tidak sah atau keterangan yang tidak benar untuk memperoleh Surat Perjalanan
Republik Indonesia bagi dirinya sendiri atau orang lain, dipidana dengan pidana penjara paling lama (dua)
tahun atau denda paling banyak Rp. 10.000.000,- (sepuluh juta rupiah).
d. memiliki atau menggunakan secara melawan hukum 2 (dua) atau lebih Surat Perjalanan Republik Indonesia
yang semuanya berlaku, dipidana dengan pidana penjara selama 2 (dua) tahun atau denda paling banyak Rp.
10.000.000,- (sepuluh juta rupiah).
Pasal 56
Dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 30.000.000,-
(tiga puluh juta rupiah).
a. setiap orang yang dengan sengaja dan melawan hukum mencetak, mempunyai, menyimpan blanko Surat
Perjalanan Republik Indonesia atau blanko dokumen keimigrasian; atau
b. Setiap orang yang dengan sengaja dan melawan hukum membuat, mempunyai atau menyimpan cap yang
dipergunakan untuk mensahkan Surat Perjalanan Republik Indonesia atau dokumen keimigrasian.
Pasal 57
Setiap orang yang dengan sengaja dan melawan hukum untuk kepentingan diri sendiri atau orang lain merusak,
menghilangkan atau mengubah baik sebagian maupun seluruhnya keterangan atau cap yang terdapat dalam
Surat Perjalanan Republik Indonesia, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau
denda paling banyak Rp. 25.000.000,- (dua puluh juta rupiah).
Pasa1 58
Setiap orang yang dengan sengaja dan melawan hukum untuk kepentingan diri sendiri atau orang lain
mempunyai, menyimpan, mengubah atau menggunakan data keimigrasian baik secara manual maupun
elektronik, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun.
Pasal 59
Pejabat yang dengan sengaja dan melawan hukum memberikan atau memperjuangkan berlakunya Surat
Perjalanan Republik Indonesia atau dokurnen keimigrasian kepada seseorang yang diketahuinya tidak berhak,
dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun.
Pasal 60
Setiap orang yang memberi kesempatan menginap kepada orang asing dan tidak melaporkan kepada Pejabat
Kepolisian negara Republik Indonesia atau Pejabat Pemerintah Daerah setempat yang berwenang dalam waktu
24 (dua puluh empat) jam sejak kedatangan orang asing tersebut, dipidana dengan pidana kurungan paling lama
1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp. 5.000.000,- (lima juta rupiah).
Pasal 61
Orang asing yang sudah mempunyai izin tinggal yang tidak melapor kepada kantor Kepolisian Negara Republik
Indonesia di tempat tinggal atau tempat kediamannya dalam waktu 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak
diperolehnya izin tinggal, dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling
banyak Rp. 5.000.000,- (lima juta rupiah).
Pasal 62
Tindak pidana sebagaimana tersebut dalam Pasal 48, 49, 50, 52, 53, 54, 55, 56, 57, 58, dan Pasal 59 Undangundang
ini adalah kejahatan. Tindak pidana sebagaimana tersebut dalam Pasal 51, 60, dan Pasal 61 Undangundang
ini adalah pelanggaran.
BAB IX
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 63
Pada saat mulai berlakunya Undang-undang ini :
a. Izin menetap yang telah diberikan berdasarkan Undang-undang Nomor 9 Drt. Tahun 1955 tentang
Kependudukan Orang Asing (Lembaran negara Tahun 1955 Nomor 53, Tambahan Lembaran negara Nomor
463); dinyatakan tetap berlaku untuk paling lama 3 (tiga) tahun.
b. Perizinan keimigrasian lainnya yang telah diberikan dan masih berlaku, dinyatakan tetap berlaku sampai
jangka waktunya habis.
c. Surat Perjalanan Republik Indonesia yanng telah dikeluarkan, dinyatakan tetap berlaku sampai jangka
waktunya habis.
Pasal 64
Pada saat mulai berlakunya Undang-undang ini, Peraturan Pemerintah dan peraturan pelaksanaan lainnya di
bidang keimigrasian dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dan belum diganti dengan yang
baru berdasarkan Undang-undang ini. I
BAB X
KETENTUAN LAIN
Pasal 65
Ketentuan keimigrasian bagi lalu lintas orang di daerah perbatasan dapat diatur tersendiri dengan perjanjian
Lintas Batas antara Pemerintah Negara Republik Indonesia dan pemerintah negara tetangga yang memiliki
perbatasan yang sama, dengan memperhatikan ketentuan Undang-undang ini.
Pasal 66
Ketentuan yang berlaku bagi orang asing yang datang dan berada di wilayah Indonesia dalam rangka tugas
diplomatik dan dinas diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
BAB XI
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 67
Pada saat mulai berlakunya Undang-undang ini:
a. Toelatingsbesluit (Staatsblad 1916 Nomor 47) sebagaimana telah diubah dan ditambah terakhir dengan
Staatsblad 1949 Nomor 330 serta Toelataingsordonnantie (Staatsblad 1949 Nomor 331);
b. Undang-undang Nomor 42 Drt. Tahun 1950 tentang Bea Imigrasi (Lembaran Negara Tahun 1950 Nomor
84, Tambahan Lembaran Negara Nomor 77);
c. Undang-undang nomor 9 Drt. Tahun 1953 tentang pengawasan orang asing (Lembaran Negara Tahun 1953
Nomor 64, Tambahan Lembaran Negara Nomor 463);
d. Undang-undang Nomor 8 Drt. Tahun 1955 tentang Tindak Pidana Imigrasi (Lembaran Negara Tahun 1955
Nomor 28, Tambahan Lembaran Negara Nomor 807);
e. Undang-undang Nomor 9 Drt. Tahun 1955 tentang kependudukan Orang Asing (Lembaran Negara Tahun
955 Nomor 33, Tambahan Lembaran Negara Nomor 812); dan
f. Undang-undang Nomor 14 Drt. Tahun 1959 tentang Surat Perjalanan Republik Indonesia (Lembaran
Negara Tahun 1959 Nomor 56, Tambahan Lembaran Negara Nomor 1799);
dinyatakan tidak berlaku lagi.
Pasal 68
Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan, Undang-undang ini dengan penempatannya
dalam Lembaran Negara Republik Indoneesia.
Disahkan di Jakarta
pada tanggal 31 Maret 1992
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
ttd.
S 0 E H A R T 0
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 31 Maret 1992
MENTERI SEKRETARIS NEGARA
ttd
M 0 E R D 10 N 0
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1992 NOMOR 33
Salinan Sesuai dengan aslinya
SEKRETARIS KABINET RI
Kepala Biro Ilukurn
dan Perundang-Undangan
Bambang Kesowo, S.H., LL.M.
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
P E N J E LA S A N
ATA S
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 9 TAHUN 1992
TENTANG
KEIMIGRASIAN
UMUM
Peraturan perundang-undangan keimigrasian yang sekarang berlaku tersebar dalam berbagai peraturan
perundang-undangan. Sebagian besar merupakan peraturan perundang-undangan yang dibentuk oleh
Pemerintah Hindia Belanda, dan sebagian dibentuk sesudah Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945.
Peraturan perundang-undangan yang berasal dari Masa Hindia Belanda - Toelatingsbesluit 1916
(Staatsblad 1916 Nomor 47), Toelatingsbesluit 1949 (Staatsblad 1949 Nomor 330), dan Toelatingsordonnantie
1949 (Staatsblad 1949 nomor 331) - begitu pula peraturan perundang-undangan yang dibentuk setelah
Indonesia merdeka, seperti Undang-undang Nomor 42 Drt. Tahun 1950 tentang Bea Imigrasi, Undang-undang
Nomor 9 Drt. Tahun 1953 tentang Pengawasan Orang Asing, Undang-Undang Nomor 8 Drt. Tahun 1955
tentang Tindak Pidana Imigrasi dan berbagai peraturan perundang-undangan lainnya, dipandang tidak sesuai
lagi dengan tuntutan dan perkembangan serta kebutuhan hukum masyarakat dewasa ini. Baik karena
perkembangan nasional maupun internasional telah berkembang hukum-hukum baru yang mengatur mengenai
wilayah negara dan berbagai hak-hak berdaulat yang diakui oleh hukum dan pergaulan internasional yang
mempengaruhi ruang lingkup tugas-tugas dan wewenang keimigrasian.
Dalam upaya mewujudkan wawasan Nusantara, pada tahun 1960 ditetapkan Undang-undang Nomor 4 Prp.
Tahun 1960 tentang Perairan Indonesia yang menyebahkan tugas dan wewenang keimigrasian secara teritorial
menjadi lebih luas. Selanjutnya jangkauan teritorial ini makin luas setelah dikeluarkannya Undang-undang
Nomor I Tahun 1973 tentang landas Kontinen Indonesia Undang-undang Nomor 7 Tahun 1976 tentang
Pengesahan Penyatuan Timor Timur ke Dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia dan Pembentukan Propinsi
Daerah Tingkat I Timor Timur, Undang-undang Nomor 5 Tahun 1983 tentang Zona Ekonomi Eksklusif, serta
Undang-undang Nomor 17 Tahun 1985 tentang Pengesahan Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang
Hukum Laut.
Selain kehadiran berbagai peraturan perundang-undangan baru tersebut di atas, terdapat pula berbagai faktor
lain yang mempengaruhi perkembangan tugas dan wewenang keimigrasian seperti pembangunan nasional,
kemajuan ilmu dan teknologi serta berkembangnya kerjasama regional maupun internasional yang mendorong
meningkatnya arus orang untuk masuk dan ke luar wilayah Indonesia.
Untuk menjamin kemanfaatan dan melindungi berbagai kepentingan nasional maka perlu ditetapkan prinsip,
tata pengawasan, tata pelayanan atas masuk dan keluar orang ke dan dari wilayah Indonesia sesusai dengan
nilai-nilai dan tujuan nasional Negara kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan
Undang-Undang Dasar 1945.
Terhadap orang asing, pelayanan dan pengawasan di bidang keimigrasian dilaksanakan berdasarkan prinsip
yang bersifat selektif (selective policy). Berdasarkan prinsip ini, hanya orang-orang asing yang dapat
memberikan manfaat bagi kesejahteraan rakyat, bangsa dan Negara Republik Indonesia serta tidak
membahayakan keamanan dan ketertiban serta tidak bermusuhan baik terhadap rakyat, maupun Negara
Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 yang izinkan masuk
atau keluar wilayah Indonesia.
Orang asing karena alasan-alasan tertentu - seperti sikap permusuhan terhadap rakyat dan negara Republik
Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 - untuk sementara waktu dapat
ditangkal masuk ke wilayah Indonesia.
Selanjutnya berdasarkan “selective policy”, akan diatur secara selektif izin tinggal bagi orang asing sesuai
dengan maksud dan tujuannya berada di Indonesia.
Terhadap Warga Negara Indonesia berlaku prinsip bahwa setiap Warga Negara Republik Indonesia berhak ke
luar atau masuk ke wilayah Indonesia. Namun demikian hak-hak ini bukan sesuatu yang tidak dapat dibatasi.
Karena alasan-alasan tertentu dan untuk jangka waktu tertentu Warga Negara Indonesia dapat dicegah ke luar
dari wilayah Indonesia dan dapat ditangkal masuk wilayah Indonesia. Tetapi karena penangkalan pada dasarnya
ditujukan pada orang asing, maka penangkalan terhadap Warga Negara Indonesia hanya dikenakan dalam
keadaan yang sangat khusus. Penangkalan terhadapWarga Indonesia hanya dikenakan terhadap mereka yang
telah lama meninggalkan Indonesia, atau tinggal menetap atau telah menjadi penduduk negara lain dan
melakukan tindakan atau sikap permusuhan terhadap Negara atau Pemerintah Republik Indonesia yang
berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Lebih lanjut, penangkalan terhadap Warga Negara
Indonesia dapat pula dikenakan berdasarkan pertimbangan bahwa dengan masuknya mereka ke wilayah
Indonesia diperkirakan akan mengganggu jalannya pembangunan nasional, menimbulkan perpecahan bangsa,
mengganggu stabilitas nasional, dan dapat pula menimbulkan ancaman terhadap diri atau keluarganya.
Mengingat pencegahan dan penangkalan bersangkut paut dengan hak seseorang untuk bepergian, maka
keputusan pencegahan dan penangkalan harus mencerminkan dan mengingat prinsip-prinsip negara yang
berdasarkan atas hukum alam Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan
Undang-Undang Dasar 1945.
Aspek pelayanan keimigrasian mengandung makna melancarkan dan memudahkan orang masuk dan ke luar
dan dari wilayah Indonesia. Dalam aspek pelayanan termasuk pengaturan pembebasan Visa bagi orang asing
dari negara-negara tertentu. Berbagai bentuk pelayanan ini tidak terlepas dari kepentingan nasional, karena itu
setiap kemudahan keimigrasian yang diberikan kepada warga negara asing dari satu atau beberapa negara
tertentu dilakukan dengan sedapat mungkin mengupayakan penerapan prinsip resiprositas yang memungkinkan
Warga Negara Indonesia menikmati kemudahan-kemudahan yang sama dari negara-negara yang mendapat
kemudahan keimigrasian di Indonesia.
Dalam rangka mewujudkan prinsip “selective policy” diperlukan pengawasan terhadap orang asing.
Pengawasan ini tidak hanya pada saat mereka masuk, tetapi selama mereka berada di wilayah Indonesia
termasuk kegiatan-kegiatannya. Pengawasan keimigrasian mencakup penegakan hukum keimigrasian baik yang
bersifat administratif maupun tindak pidana keimigrasian.
Karena itu, perlu pula diatur mengenai Penyidik Pejabat Pegawai negeri Sipil di lingkungan keimigrasian
yang akan menjalankan tugas dan wewenang menurut ketentuam yang diatur dalam Undang-undang ini dan
sesuai dengan ketentuan Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana.
Aspek pelayanan dan pengawasan ini tidak pula terlepas dari sifat wilayah Indonesia yang berpulaupulau,
mempunyai jarak yang dekat bahkan berbatasan dengan beberapa negara tetangga. Pada tempat-tempat
tersebut terdapat lalu lintas tradisioanal masuk dan ke luar baik Warga Negara Indonesia maupun warga negara
tetangga. Dalam rangka meningkatkan pelayanan dan memudahkan pengawasan, dapat diatur perjanjian lintas
batas dan diusahakan perluasan Tempat-tempat Pemeriksaan Imigrasi. Dengan demikian dapat dihindari orang
masuk atau ke luar wilayah Indonesia di luar Tempat Pemeriksaan Imigrasi.
Kepentingan nasional adalah kepentingan seluruh rakyat Indonesia. Karena itu, pengawasan terhadap orang
asing memerlukan juga partisipasi masyarakat untuk melaporkan orang asing yang diketahui atau diduga berada
di wilayah Indonesia secara tidak sah atau menyalahgunakan izin keimigrasiannya.
Untuk meningkatkan partisipasi tersebut perlu dilakukan usaha-usaha meningkatkan kesadaran hukum
masyarakat.
II. Pasal Demi Pasal
Pasal 1
Cukup jelas.
Pasal 2
Cukup jelas.
Pasal 3
Cukup jelas.
Pasal 4
Cukup jelas.
Pasal 5
Cukup jelas.
Pasal 6
Cukup jelas.
Pasal 7
Ayat (1)
Huruf a
Yang dimaksud dengan pembebasan Visa dalam ayat ini, misalnya untuk kepentingan pariwisata.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Yang dimaksud dengan kapten, nakhoda dan awak dalam huruf c ayat ini adalah orang asing yang
menjadi kapten, makhoda, atau awak yang sedang bertugas pada pesawat udara, kapal laut atau alat
angkut lainnya yang mendarat atau berlabuh di bandar udara atau pelabuhan yang ditetapkan sebagai
tempat atau pintu masuk ke wilayah Indonesia.
Mengingat bagian-bagian tertentu wilayah Indonesia berbatasan langsung dengan beberapa
negara tetangga, tidak tertutup kemungkinan berkembangnya hubungan darat antara Indonesia
dengan negara-negara tetangga dengan menggunakan alat angkut bus atau kereta api. Apabila hal ini
terjadi maka kepada pengemudi bus, masinis kereta api, atau pengemudi kendaraan umum lainnya
termasuk awaknya, dapat diberlakukan ketentuan yang berlaku bagi kapten atau nakhoda yang
sedang bertugas sepanjang tidak ditentukan secara khusus dalam perjanjian lintas batas antara
Indonesia dan negara tetangga yang bersangkutan.
Huruf d
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 8
Orang asing pada waktu melintasi batas wilayah Indonesia sebenarnya secara nyata telah memasuki wilayah
Indonesia tetapi masuknya orang asing itu baru sah setelah melalui pemeriksaan oleh Pejabat Imigrasi yang
bertugas di Tempat Pemeriksaan Imigrasi, keabsahan orang asing masuk wilayah Indonesia tersebut penting
karena akan menjadi dasar bagi pemberian izin keimigrasian lainnya.
Huruf a
Yang dimaksud dengan Surat Perjalanan yang sah dalam huruf a ini adalah Surat Perjalanan yang
masih berlaku.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Pasal 9
Yang dimaksud dengan penanggung jawab alat angkut dalam Pasal ini adalah pengusaha alat angkut yang
bersangkutan atau perwakilannya. Kapten atau nakhoda dianggap pula sebagai penanggungjawab alat
angkut.
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Yang dimaksud dengan bendera isyarat dalam huruf c Pasal ini adalah Bendera "N" dari kapal laut
sebagai pemberitahuan bahwa kapal tersebut datang dari luar negeri dengan membawa penumpang
dan tanda permintaan untuk dilakukan pemeriksaan keimigrasian di atas kapal tersebut.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Pasal 10
Cukup jelas.
Pasal 11
Ayat (1)
Huruf a
Yang dimaksud dengan di urusan yang bersifat keimigrasian dalam huruf a ayat ini adalah
pencegahan yang dilakukan karena alasan-alasan seperti:
1) Warga negara Indonesia yang pernah diusir atau dideportasi ke Indonesia oleh suatu negara lain;
2) Warga Negara Indonesia yang pada saat berada di luar negeri melakukan perbuatan yang
mencemarkan nama baik bangsa dan Negara Indonesia;
3) Warga negara asing yang belum atau tidak memenuhi kewajiban-kewajiban terhadap Negara
atau Pemerintah Republik Indonesia, misalnya belum melunasi pajak sebagai orang asing.
Huruf b
Yang di maksud dengan piutang negara dalam huruf b ayat ini adalah tagihan terhadap seseorang
atau badan hukum yang timbul dari perjanjian keperdataan dengan instansi Pemerintah, Badanbadan
Usaha Negara, atau badan-badan lainnya baik di pusat maupun di daerah yang secara
langsung atau tidak langsung dikuasai Negara berdasarkan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Pelaksanaan pencegahan dalam huruf d ayat ini, dilakukan semata-mata untuk mencapai tujuan dan
dalam batas-batas sebagamana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 1982 tentang
Ketentuan-ketentuan Pokok Pertahanan Keamanan Negara Republik Indonesia sebagaimana telah
diubah dengan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1988, terutama Pasal 3 dan pasal 12.
Berdasarkan Undang-undang ini pertahanan dan keamanan negara bertujuan untuk menjamin tetap
tegaknya Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar
1945 terhadap segala ancaman baik dari luar maupun dari dalam negeri serta tercapainya tujuan
nasional. Pelaksanaan komando pertahanan keamanan negara ada pada Panglima Angkatan
Bersenjata Republik Indonesia.
Dalam rangka meaksanakan tugas di bidang pertahanan keamanan, Panglima Angkatan Bersenjata
Republik Indonesia dapat mencegah seseorang untuk ke luar dari wilayah Indonesia. Pencegahan
tersebut dilakukan apabila orang atau orang-orang tertentu menunjukkan secara nyata sikap atau
tindakan yang akan mengganggu atau mengancam keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia
yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Ha1-hal yang semata-mata
berdasarkan dugaan tanpa bukti-bukti awal yang cukup bahwa orang-orang tertentu mengganggu
atau mengancam keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan
Undang-Undang Dasar 1945 tidak dapat dijadikan alasan untuk melakukan pencegahan. Begitu pula
perbedaan pandangan, persepsi atau kebijaksanaan penyelenggaraan pemerintahan negara, tanpa
dimaksudkan untuk mengancam keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan
Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 tidak dapat dijadikan alasan pencegahan.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 12
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan surat tercatat dalam ayat ini termasuk juga bukti penerimaan oleh yang
bersangkutan atau orang lain pada alamat orang atau orang-orang terkena pencegahan.
Pasal 13
Ayat (1)
Setiap keputusan perpanjangan pencegahan harus memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 12 ayat (2)
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 14
Cukup jelas.
Pasal 15
Ayat (1)
Huruf a
Yang dimaksud dengan urusan yang bersifat keimigrasian dalam huruf a ayat ini adalah penangkalan
yang dilakukan karena alasan-alasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Pelaksanaan penangkalan dalam huruf c ayat ini, dilakukan semata-mata untuk mencapai tujuan dan
dalam batas-batas sebagaimana diatur dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 1982 tentang
Ketentuan-ketentuan Pokok Pertahanan Keamanan Negara Republik Indonesia sebagaimana telah
diubah dengan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1988. Berdasarkan Undang-undang ini, pertahanan
dan keamanan negara bertujuan untuk tetap tegaknya Negara Kesatuan Republik Indonesia
berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 terhadap segala ancaman baik dari luar
maupun dari dalam negeri serta tercapainya tujuan nasional. Pelaksanaan komando pertahanan
keamanan negara ada pada Panglima Angkatan Bersenjata Republik Indonesia. Dengan demikian,
dalam rangka melaksanakan tugas di bidang pertahanan dan keamanan, Panglima Angkatan
Bersenjata Republik Indonesia berwenang menangkal orang asing untuk masuk ke wilayah
Indonesia.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Pasal 16
Penanganan oleh sebuah Tim ini, dimaksudkan untuk menjamin agar penangkalan terhadap Warga Negara
Indonesia benar-benar dilakukan dengan pertimbangan yang matang dan obyektif melalui suatu penelitian
yang sangat mendalam dan seksama, sehingga di satu pihak tujuan untuk memberikan perlindungan kepada
hak-hak mereka sebagai Warga Negara Indonesia dapat dipenuhi dan di pihak lain tujuan untuk melindungi
kepentingan yang lebih luas dan lebih besar yaitu kepentingan tetap tegaknya Negara Republik Indonesia
yang berdasarkan Pancasila dan Undng-Undang Dasar 1945 tetap terjamin.
Pasal 17
Huruf a
Yang dimaksud dengan sindikat kejahatan intersional dalam huruf a Pasal ini antara lain kejahatan
narkotik dan terorisme.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.
Pasal 18
Pada dasarnya Warga Negara Indonesia berhak untuk masuk atau kembali ke Indonesia. Karena itu,
penangkalan terhadap mereka hanya dilakukan berdasarkan keadaan yang khusus.
Keadaan khusus tersebut adalah bahwa mereka telah lama berada dan tinggal menetap di luar negeri,
sehingga sikap mental, ucapan dan tingkah laku mereka benar-benar sudah seperti orang asing dan
melakukan tindakan yang memusuhi Negara Indonesia serta bersikap anti Pemerintah Negara Republik
Indonesia. Di samping itu, penangkalan terhadap Warga Negara Indonesia dapat juga dilakukan atas
pertimbangan masuknya mereka ke Indonesia dapat menimbulkan ancaman terhadap pembangunan
nasional, menimbulkan perpecahan bangsa, atau mengganggu stabilitas nasional dan dapat pula
menimbulkan ancaman terhadap diri atau keluarganya.
Pasal 19
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan perwakilan-perwakilan Republik Indonesia dalam ayat ini adalah Atase Imigrasi
atau Dinas Konsuler pada perwakilan Republik Indonesia.
Pengiriman keputusan penangkalan kepada perwakilan Republik Indonesia dimaksudkan agar orang
asing yang bersangkutan tidak diberikan Visa untuk masuk ke wilayah Indonesia. Khusus bagi Warga
Negara Indonesia yang terkena penangkalan sedapat mungkin pemberitahuannya disampaikan kepada
yang bersangkutan melalui perwakilan Republik Indonesia tersebut.
Pasal 20
Ayat (1)
Setiap keputusan perpanjangan penangkalan harus memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 19 ayat (2).
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 21
Cukup jelas.
Pasal 22
Cukup jelas.
Pasal 23
Cukup jelas.
Pasal 24
Ayat (1)
Izin keimigrasian yang dimaksud dalam ayat ini merupakan bukti keberadaan yang sah bagi setiap orang
asing di wilayah Indonesia.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 25
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan Izin Singgah dalam ayat ini sering juga disebut izin transit adalah izin untuk
berada di wilayah Indonesia yang diberikan kepada orang asing yang memerlukan singgah di Indonesia
dalam perjalanannya menuju atau meneruskan perjalanan ke suatu negara lain.
Lamanya Izin Singgah tergantung pada jadwal pemberangkatan pesawat atau kapal yang akan
ditumpangi menuju atau meneruskan perjalanan tersebut. Karena Izin Singgah memberikan izin
memasuki wilayah Indonesia maka semua persyaratan keimigrasian harus dipenuhi termasuk tiket untuk
meneruskan perjalanan ke negara tujuan.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan Izin Kunjungan dalam ayat ini sesuai dengan sifatnya adalah kunjungan singkat,
untuk tugas-tugas pemerintahan, kegiatan sosial budaya, atau usaha.
Jangka waktu Izin Kunjungan disesuaikan dengan keperluan atau jadwal Kegiatan tersebut. Izin
Kunjungan kepariwisataan ditentukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Adapun yang dimaksud dengan kunjungan kegiatan sosial budaya antara lain untuk misi kesenian, misi
pendidikan, atau program tukar-menukar budaya.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan Izin Tinggal Terbatas dalam ayat ini adalah izin yang diberikan kepada orang
asing yang memenuhi persyaratan-persyaratan keimigrasian dan mengajukan permohonan tinggal untuk
jangka waktu terbatas di wilayah Indonesia baik karena pekerjaan atau alasan-alasan lain yang sah.
Ayat (4)
Yang dimaksud dengan Izin Tinggal Tetap dalam ayat ini adalah izin yang diberikan kepada orang asing
yang, telah menetap di wilayah Indonesia secara berturut-turut untuk jangka waktu tertentu dan
memenuhi persyaratan-persyaratan keimigrasian serta syarat-syarat lain yang akan diatur dengan
Peraturan Pemerintah. Selanjutnya dalam Peraturan Pemerintah akan diatur pula mengenai kedudukan
istri dan anak-anak orang asing yang mendapat Izin Tinggal Tetap serta hal-hal yang menyangkut
gugurnya Izin Tinggal Tetap tersebut. Bagi orang asing yang telah mendapat Izin Tinggal Tetap berlaku
semua ketentuan-ketentuan tentang kependudukan Indonesia.
Pasal 26
Ayat (1)
Berdasarkan ketentuan dalam ayat ini, faktor-faktor yang disebut dalam Pasal 8 juga menjadi dasar bagi
pemberian atau penolakan permintaan izin keimigrasian tersebut.
Ayat (2)
Penegasan ketentuan dalam ayat ini unluk mengurangi kemungkinan orang asing terutama yang
berstatus tanpa kewarganegaraan untuk memperoleh Izin Tinggal Tetap.
Pasal 27
Cukup jelas.
Pasal 28
Cukup jelas.
Pasal 29
Ayat (1)
Paspor Biasa, Surat Perjalanan Laksana Paspor untuk Warga Negara Indonesia, Paspor untuk Orang
Asing, dan Surat Perjalanan Laksana Paspor untuk Orang Asing.
a. di Indonesia diberikan oleh Pejabat Imigrasi yang ditunjuk Menteri; atau
b. di luar negeri diberikan oleh Pejabat Imigrasi atau pejabat dinas luar negeri pada kantor perwakilan
Republik Indonesia yang ditunjuk oleh Menteri luar Negeri;
Paspor Diplomatik diberikan atas nama Presiden oleh Menteri Luar Negeri atau pejabat yang
ditunjuk Menteri Luar Negeri.
Paspor Dinas dan Surat Perjalanan Laksana Paspor Dinas diberikan atas nama Menteri Luar Negeri
oleh pejabat yang ditunjuk Menteri Luar Negeri.
Paspor Haji diberikan oleh Menteri Agama atau pejabat yang ditunjuk oleh Menteri Agama.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 30
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan keadaan khusus dalam ayat ini antara lain pemulangan Warga Negara Indonesia
dari negara lain.
Pasal 31
Ayat (1)
Cukup jelas.
Pasal 32
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan keadaan khusus dalam ayat ini antara lain pengiriman rombongan untuk
melaksanakan misi Pemerintah yang tidak bersifat diplomatik dan dalam waktu yang singkat.
Pasal 33
Cukup jelas.
Pasal 34
Ayat (1)
Berdasarkan ketentuan ayat ini maka Paspor untuk Orang Asing tidak diberikan lagi kepada orang asing,
yang sesudah mulai berlakunya Undang-undang ini karena sesuatu hal memperoleh izin tinggal.
Penegasan ini sestiai dengan ketentuan Pasal 26 ayat (2).
Pasal 35
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Yang dimaksud dengan kcadaan tertentu dalam huruf c ayat ini antara lain dalam hal seseorang yang
kehilangan kewarganegaraan Indonesia berdasarkan pasal 17 huruf k Undang-undang Nomor 62
Tahun 1958, bermaksud kembali ke Indonesia untuk memperoleh kewarganegaraan Indonesia
kembali.
Yang dimaksud dengan kepentingan nasional adalah kepentingan-kepentingan yang berkaitan
dengan tercapainya tujuan nasional.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 36
Cukup jelas.
Pasal 37
Cukup jelas.
Pasal 38
Cukup jelas.
Pasal 39
Cukup jelas.
Pasal 40
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Yang dimaksud dengan pemantauan adalah kegiatan-kegiatan yang dilakukan untuk mengetahui secara
dini setiap peristiwa yang diduga mengandung unsur-unsur pelanggaran keimigrasian.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Pasal 41
Yang dimaksud dengan koordinasi bersama Badan atau Instansi Pemerintah yang terkait adalah bahwa pada
dasarnya pengawasan orang asing menjadi tanggung jawab Menteri c.q. Pejabat Imigrasi. Mekanisme
pelaksanaannya harus dilakukan dengan dengan mengadakan koordinasi dengan Badan atau Instansi
Pemerintah yang bidang tugasnya menyangkut orang asing. Badan atau instansi tersebut, antara lain
Departemen Luar Negeri, Departemen Dalam Negeri, Departemen Pertahanan Keamanan, Departemen
Tenaga Kerja, Kejaksaan Agung, Badan Koordinasi Intelijen Negara, Kepolisian Negara Republik
Indonesia.
Koordinasi pengawasan orang asing dilakukan secara terpadu, terutama dengan Kepolisian Negara Republik
Indonesia dalam hal yang berkaitan dengan pendaftaran orang asing dan kewajihan bagi orang asing yang
telah memperoleh izin tinggal untuk melapor pada Kantor Kepolisian Negara Republik Indonesia di tempat
tinggalnya atau tempat kediamannya.
Pasal 42
Cukup jelas.
Pasal 43
Cukup jelas.
Pasal 44
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan alasan tertentu dalam ayat ini adalah antara lain karena menyangkut anak-anak
yang masih dibawah umur, orang sakit yang memerlukan perawatan khusus, atau karantina Imigrasi
tidak dapat menampung.
Pasal 45
Cukup jelas.
Pasal 46
Cukup jelas
Pasal 47
Ayat (1)
Tindak Pidana keimigrasian dalam Undang-undang Ini merupakan tindak pidana umum.
Ayat (2)
Pemberian wewenang kepada Penyidik Pejabat Pegawai negeri Sipil dalam ayat ini, sama sekali tidak
mengurangi wewenang Penyidik Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia untuk menyidik tindak
pidana peimigrasian.
Penyidik Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia diminta atau tidak diminta memberi pertunjuk dan
bantuan penyidikan kepada Penyidik Pejahat Pegawai negeri Sipil sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1).
Pemberian Petunjuk dan bantuan tersebut, antara lain meliputi hal-hal yang berkaitan dengan teknik dan
taktik penyidikan, penangkapan, penahanan, dan pemeriksaan laboratorium. Oleh karena itu, Penyidik
Pejabat Pegawai negeri Sipil sejak awal harus memberitahukan tentang penyidikan yang sedang
dilakukan kepada Penyidik Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia. Setelah itu, hasil penyidikan
berupa berkas perkara, tersangka dan barang bukti disampaikan kepada Penuntut Umum melalui
Penyidik Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia, untuk kepentingan penuntutan. Pelaksanaan
wewenang Penyidik Pejabat Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksdd dalam ayat (2) harus
dilakukan berdasarkan Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana, terutama
ketentuan-ketentuan yang berkaitan dengan tugas dan wewenang Penyidik Pejabat Pegawai negeri Sipil,
yaitu antara lain Pasal 32, 33, 34, 35, 36, 37, dan Pasal 107.
Selain hal tersebut, wewenang Penyidik Pejabat Pegawai Negeri Sipil untuk menerima laporan
sebagaimana dimaksud dalain huruf a ayat ini termasuk menerima pengaduan tentang adanya tindak
pidana Keimigrasian.
Khusus mengenai wewenang menangkap dan menahan tersebut dalam huruf b ayat ini hanya digunakan
dalam hal-hal yang sangat perlu.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 48
Cukup jelas.
Pasal 49
Cukup jelas.
Pasal 50
Cukup jelas.
Pasal 51
Cukup jelas
Pasal 52
Cukup jelas.
Pasal 53
Cukup jelas.
Pasal 54
Cukup jelas.
Pasal 55
Cukup jelas.
Pasal 56
Cukup jelas.
Pasal 57
Cukup jelas.
Pasal 58
Cukup jelas.
Pasal 59
Yang dimaksud dengan Pejabat dalam Pasal ini adalah pegawai negeri yang tugas dan wewenangya
berkaitan dengan pemberian dan perpanjangan surat perjalanan Republik Indonesia atau dokumen
keimigrasian lainnya.
Pasal 60
Yang dimaksud dengan setiap orang dalam Pasal ini adalah termasuk pengurus penginapan, hotel,
pemondokan dan lain-lain. Apabila di daerah orang yang memberikan kesempatan menginap kepada orang
asing tidak terdapat kantor kepolisian, laporan tersebut disampaikan kepada pejabat pemerintah setempat
yaitu Camat atau kepala Desa/Lurah.
Pasal 61
Cukup jelas.
Pasal 62
Cukup jelas.
Pasal 63
Huruf a
Yang dimaksud dengan dinyatakan tetap berlaku untuk paling lama 3 (tiga) tahun, dihitung sejak
berlakunya undang-undang ini.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Pasal 64
Cukup jelas.
Pasal 65
Yang dimaksud dengan memperhatikan ketentuan Undang-undang ini adalah bahwa perjanjian lintas batas
yang akan dilakukan oleh Pemerintah dengan pemerintah negara tetangga sejauh mungkin memperhatikan
prinsip-prinsip yang diatur dalam undang-undang ini.
Pasal 66
Cukup jelas.
Pasal 67
Cukup jelas.
Pasal 68
Cukup jelas.
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3474

Tidak ada komentar:

Posting Komentar